Islam Asia Tenggara mengacu pada Islam di gugusan kepulauan atau benua maritim (nusantara) yang mencakup tidak hanya kawasan yang sekarang menjadi negara Indonesia, tetapi juga Malaysia, Thailand Selatan (Patani), Singapura, Filipina Selatan (Moro), dan juga Champa (Kampuchea). Islam Asia Tenggara (Southeast Asian Islam) sering digunakan secara bergantian dengan ‘Islam Melayu-Indonesia’ (Malay-Indonesian Islam)
Harry J. Benda membagi wilayah Nusantara/ Asia Tenggara ke dalam tiga wilayah kultural, yaitu: Pertama, Kawasan yang disebut Indianized Southeast Asia, yaitu Asia Tenggara yang telah di Indiakan (Indonesia), Kedua, Kawasan yang disebut Sinicized Southeast Asia, yaitu Asia Tenggara yang telah di Cinakan (Vietnam), Ketiga, Kawasan yang disebut Hispanized Southeast Asia, yaitu Asia Tenggara yang telah di Spanyolkan (Philipina).
Kehadiran Islam di bumi Nusantara berlangsung secara sistematis, terencana, dan tanpa kekuatan militer, dibawa oleh para ulama-alim yang memang membawa misi khusus menyebarkan Islam. Berbeda dengan kedatangan agama Kristen pertama kali yang dibawa oleh kolonialis, khususnya dari Belanda. Para dai membawa misi kedamaian, bukan peperangan. Yang dibawa adalah ilmu, bukan senjata.
Islamisasi dengan damai dilukiskan Thomas W. Arnold sebagai berikut:
“Sketsa di atas hanyalah merupakan bagian kecil daripada sejarah dakwah Islam di kepulauan Nusantara…Tetapi cukup bukti-bukti yang menunjukkan adanya pelaksanaan dakwah Islam yang berjalan dengan penuh damai selama 600 tahun terakhir…ajakan dan bujukanlah yang mewarnai gerakan dakwah itu”1
Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara
Menurut beberapa ahli sejarah, ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara, seperti teori kedatangan teori Gujarat, teori Mekkah, dan teori Persia.
1. Teori Gujarat : Pijnepel (1872 M) adalah orang yang mengemukakan pertama kali, ini berdasarkan perjalanan Sulaiman, Markopolo dan Ibn Batutah, dilanjutkan dengan dukungan Snouck Hurgronye dengan alasan: pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara; kedua, hubungan dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin; ketiga, Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan dagang antara Sumatra dan Gujarat. Sejarawan pendukung teori ini antara lain Stutterheim, Schriekie (Indonesian Sociological Studies), Clifford Geertz (The Religion of Java), Harry J.Benda (A History of Modern South East Asia) Van Leur (Indonesian Trade and society), T.W. Arnold (The Preaching of Islam).
2. Teori Mekkah : Tahun 1958 M, muncul kritikan terhadap teori pertama, seperti tokoh Hamka dalam acara Dies Natalis IAIN ke-8 di Yogyakarta. Kemudian mendapat kritikan juga dalam seminar di IAIN medan, tentang “Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia”, di perkuat seminar yang sama di Aceh 10-16 Juli 1978 M, yang diikuti oleh Indonesia, Malaysia, India, Australia dan Prancis. Sejarawan Barat yang sependapat teori ini adalah Crawfurd (1820 M), Keyzer (1859 M), Veth (1878 M). Alasan kuat teori ini menurut Hamka adalah bahwa Gujarat hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Mekkah atau Mesir adalah sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Ia juga mendasarkan bahwa mazhab terbesar yang dianut sebagian umat Islam Nusantara adalah Mazhab Syafii dan mazhab yang sama dianut di Mekkah masa itu, alasan ini jarang diungkap sejarawan Barat masa awal.
Alasan lain dikemukakan oleh S.M.N. al-Attas bahwa sebelum abad ke-17 M. seluruh literatur keagamaan yang relevan tidak mencatat satu pengarang pun muslim India atau berasal dari India. Penulis yang dipandang Barat sebagai berasal dari India terbukti berasal dari Arab atau Persia. Termasuk penggunaan gelar Syarif, Said, Muhammad, Maulana juga identik dengan asal Mekah. Kemudian bukti lain adalah pada tahun 1297 M Gujarat masih berada dibawah naungan kerajaan Hindu, setahun kemudian baru ditaklukkan tentara muslim.
3. Teori Persia : Teori ini dipelopori oleh Hoesin Djajaningrat dari Indonesia, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia abad ke-7 M. Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Diantaranya adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia.
Hamka menolak teori ini dengan alasan, bila Islam masuk abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan Persia belum menduduki kepemimpinan dunia Islam. Dan masuknya Islam salam suatu wilayah, bukankah identik langsung berdirinya kekuasaan politik Islam.
4. Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan pendapat di atas dengan menyebutkan memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad
pertama Hijriyah atau abad ke -7 atau 8 Masehi, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Dalam proses masuknya Islam di Asia Tenggara, ada beberapa jalur yang digunakan. Jalur-jalur tersebut semua menyesuaikan dengan budaya timur yang mengedepankan keramahtamahan. Sehingga hal ini memudahkan Islam untuk masuk dan berkembang di kawasan ini. Berkaitan dengan hal ini maka Uka Tjandra Sasmita mengemukakana ada beberapa saluran masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam,yaitu:
1. Perdagangan
Sejak abad ke-1, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional karena posisinya yang menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara, dan Asia Barat. Kesibukan lalu-lintas perdagangan kawasan laut Asia Tenggara hingga pada abad ke-7 hingga ke-16 itu, membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangandarinegeri- negeribagianBarat,TenggaradanTimurBenuaAsia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan menjadi salah satu penyebab kuatnya pengaruh peradaban Islam di Asia Tenggara. Hubungan dalam jalur perdagangan inilah yang menciptakan interaksi antara pedagang Islam dan penduduk asli di Asia Tenggara. Dari interaksi itu, kemudian muncul pengaruh yang kuat dari satu pihak pada pihak lainnya. Dalam hal ini, pihak yang memberikan pengaruh adalah para pedagang dan ulama dariArab.
Pengaruh inilah yang kemudian menjadikan pergeseran dalam sistem kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Jika sebelumnya di masa kerajaan berjaya, kepercayaan yang dominan di kalangan masyarakat adalah dinamisme. Namun dengan adanya pengaruh dari pedagang Islam, banyak masyarakat yang kemudian beralih menganutmonotheisme.
Salah satu kerajaan yang memiliki peran dalam penyebaran sejarah peradaban Islam di Asia Tenggara adalah Samudera Pasai. Kerajaan ini, hingga sejarah saat ini dipercaya sebagai kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia, dan juga kawasan Asia
Tenggara. Kerajaan yang berpusat di Aceh ini dipimpin seorang raja yang menganut Islam, yaitu Sultan MalikusShaleh.
2. Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaanMuslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) danlain-lain.
3. SaluranPendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan AgamaIslam.
4. SaluranKesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. SebagianbesarceritawayangmasihdipetikdariceritaMahabaratadanRamayana,tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian- kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
5. SaluranPolitik
Kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan
kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masukIslam.
Peluang Dakwah Islam di Asia Tenggara
Islam masuk dan berkembangan di Asia Tenggara mempunyai proses historis yang kuat dengan berbagai macam saluran dalam penyebarannya, seperti melalui saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran pendidikan, saluran kesenian dan saluran politik.
Keseluruhan perjalanan sejarah umat Islam di Asia Tenggara telah memberi peluang dakwah yang begitu besar kedepan. Dengan diterimanya lslam secara damai, maka seiring pula dengan perkembangan peradaban lslam di berbagai aspeknya. Maka untuk mengebangkan Islam Rahmatan Lil’alamin di Asia Tenggara, maka kita harus memperkuat aspek-aspek historis dari berbagai saluran yang sudah terbukti dalam lintasan sejarah.
Pertama, Kita perkuat saluran perdagangan kita, artinya Negara-negara Islam yang berada di kawasan Asia Tenggara harus memiliki kerjasama di Bidang Ekonomi. Negara-negara Islam di kawasan Asia Tenggara harus mengembangkan Ekonomi dan Bisnis Islam. Sehingga dengan memperkuat basic Ekonomi. Berbagai kerja dakwah yang bersifat global bisa dilakukan lebih ringan.
Kedua, Negara Islam di Asia Tenggara harus perkuat saluran pernikahan. Dengan memperkuat saluran pernikahan jaringan dan hubungan secara ideologis serta budaya akan lebih kuat. Adanya pernikahan antar Negara Islam akan lebih memudahkan jaringan dakwah dan saling memperkuat posisi dakwah itu sendiri. Karena disana terjadi asimilasi Budaya yang akan lebih mengeratkan.
Ketiga, kita harus perkuat saluran pendidikan kita. Dengan memperkuat kerjasama di bidang Pendidikan diantara negara-negara Islam di kawasan Asia Tenggara, maka semakin mudah dakwah Islam berkembang. Kerjasama di Bidang Pendidikan bisa meliputi pertukaran pelajar antar Negara Islam di kawasan Asia Tenggara, melakukan workshop dan seminar di atar Negara, dan mendirikan lembaga pendidikan seperti pesantren di daerah-daerah yang masih minim tersentuh dakwah di kawasan Asia Tenggara dan sebagainya.
Keempat, memperkuat saluran kesenian antar Negara Islam di Asia Tenggara. Asimiliasi Budaya adalah salahsatu aspek yang berperan didalam tersebarnya Islam di Asia Tenggara, maka aspek seni budaya ini bisa menjadi jembatan penghubung untuk lebih mempererat satu sama lain, untuk saling tafahum.
Kelima, memperkuat saluran politik. Artinya Negara-negara Islam di kawasan Asia Tenggara bisa bekerjasama dalam Bidang Politik dengan melakukan kerjasama pertukaran informasi dan diskusi secara intensif. Sehingga Negara-negara Islam di kawasan Asia Tenggara bisa lebih besar mengambil peran di kancah global.
Dengan memperkuat kelima saluran tadi, yang secara historis sudah terbukti Maka sudah saatnya Islam Rahmatan Lil’lamin di Asia Tenggara semakin tersebar.
Tantangan Dakwah Islam di Asia Tenggara
Dalam praktiknya, dakwah Islam semakin hari mengalami tantangan dan rintangan yang luar biasa sesuai dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini. Tantangan tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu tantangan internal dan eksternal.
Pertama, tantangan dakwah yang bersifat ekternal di antaranya ialah tantangan dari luar yang menghalangi dakwah Islam dengan berbagai cara; mulai dari penyebaran fitnah terhadap umat Islam sampai mewacanakan sesuatu yang memicu ketegangan dan kebingungan di kalangan umat dengan dimunculkannya isu-isu atau ideologi kontemporer dengan tujuan menghancurkan peradaban Islam.
Kedua, tantangan internal lebih disebabkan karena kurangnya ilmu agama sebagian umat Islam, sehingga mereka tidak mampu memahami Islam secara benar, universal dan konperhenshif. Secara global tantangan dakwah Islam di Asia tenggara sebagai berikut:
1. Lemahnya ideologi Islam di tengah arus sekulerisme
Sekuralisme merupakan pemahaman mengenai aktivitas keagamaan yang muncul pada abad pertengahan. Paham secular ini menurut M. Natsir tidak sekedar muncul secara alamiah sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan dilakukan juga secara aktif oleh sejumlah kalangan. Menurutnya, seperti dikutip oleh Adian Husaini, sekularisasi otomatis akan berdampak pada pendangkalan aqidah. Berkenaan dengan hal ini, Dr. Mohammad Natsir mengungkapkan demikian:
“Namun demikian, proses sekularisasi yang terjadi seperti “alamiah” sejalan dengan perkembangan zaman diatas, rupanya dihidup-hidupkan oleh sekelompok orang. Saya sebut “dihidup-hidupkan” karena memang kita mengetahui ada usaha aktif untuk terjadinya proses sekularisasi ini. Di tahun tujuh-puluhan kita ingat adanya “gerakan sekularisasi” dalam rangka apa yang mereka sebut “pembaharuan” Islam. Demikian pula yang terjadi akhir-akhir ini, ada “reaktualisasi” ada “kontekstualisasi”, dan sebagainya. Jadi memang ada usaha aktif. Proses sekularisasi ini amat nyata terutama dalam system pendidikan kita. Pelajaran atau pemahaman agama diberikan bukan saja dalam content terbatas, tetapi diberikannya pelajaran lain yang isinya mengaburkan atau bahkan bertentangan dengan tujuan pendidikan manusia religious. Proses sekularisasi juga menggunakan jalur publikasi dan media massa. Baik dalam bentuk buku-buku maupun tulisan. Dalam kaitan ini saya mengajak pada para intelektual muslim khususnya untuk memikirkan bagaimana menghadapi arus sekularisasi ini, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang disengaja.”
Bagi M. Natsir, sekularisasi dipandang sebagai tantangan yang snagat serius bagi kebangkitan Islam. Bahkan, pada hampir sebagian besar hidupnya, Natsir telah melibatkan diri secara aktif dalam upaya menanggulangi dan melawan gerakan sekularisasi. Sebelum masa kemerdekaan, bersama gurunya, A. Hassan, Natsir sudah terlibat polemic dengan Soekarno. Ketika itu Soekarno melontarkan gagasannya soal hubungan agama dan Negara di majalah “Pandji Islam” – pimpinan tokoh Masyumi Zainal Abidin Ahmad – nomor 12 dan 13 tahun 1940. Ia menulis sebuah artikel berjudul “Memudahkan Islam”.
2. Di bawah tekanan kekuatan Politik Global
Pada zaman dimana secara intelektual didominasi oleh sekularisme dan materialisme, segelintir analis politik Barat yang menyibukan diri dalam bidang kajian internasional banyak mengkaji persoalan implikasi politik atas agama. Pengaruh itu mungkin belum terlampau merasuk luas dalam kasus agama Islam dibandingkan dengan agama-agama lain. Bagi Islam, par excellence, iman punya agenda kehidupan publik. Iman merupakan sebuah program rinci yang memandu penganutnya dalam bidang politik, perang, ekonomi, keadilan dan hubungan sosial. Akibat ketidaksukaan terhadap Islam, kini umat Islam mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tatanan politik modern sehingga tidak ada komunitas agama lain yang begitu menguncang tatanan internasional. Sehingga tekanan kekuatan politik global begitu terasa terhadap Negara-negara Islam.
3. Perpecahan internal
Tantangan dakwah Islam kontemporer secara internal yang terjadi di era milenial dewasa ini salahsatunya adalah: masalah Persatuan. Persatuan menjadi sesuatu yang sulit didapatkan, ketika masing-masing umat lebih mementingkan egonya. Al Islam ya’lu wala yu’la ‘alaih (Islam senantiasa unggul, dan ia tidak akan terungguli). Demikian sabda Rasulullah SAW. Islam sebagai ajaran, pandangan hidup manusia yang terbaik. Sehingga ketika terjadi perpecahan seperti saat ini bukan perkara Islamnya, melainkan umatnya. Oleh karena itu umat Islam harus senantiasa mempelajari dan mengkaji ilmu Islam sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat meredamperpecahan karena perbedaan dalam internal umat Islam itu sendiri.
4. Lemahnya kemampuan umat Islam untuk bersaing dengan Barat
Sebanyak kurang lebih 41 persen negara-negara mayoritas muslim (20 persen dari populasi dunia) berkontribusi kurang dari 5 persen pada perkembangan sains modern. Sementara itu, kita ambil satu negara mayoritas non-muslim sebagai contoh, inggris. Negara ini populasinya cuma kurang dari 1 persen dari populasi dunia tetapi mampu menyumbangkan 16 persen pada perkembangan sains modern. Suatu ketimpangan yang menyakitkan jika anda seorang yang mengaku muslim.Indikator lain yang bisa mengukuhkan ketertinggalan itu ialah bahwa hanya ada tiga orang pemenang Anugerah Nobel sampai saat ini dalam bidang sains. Mereka adalah Abdus Salam, Ahmed Zewail dan Aziz Sancar. Padahal jumlah total pemenang Nobel sudah ada lebih dari 600 orang.
Artinya cuma 0,00005 persen dari daftar pemenang Nobel adalah Muslim. Ini menjadi sebuah fakta yang mengiris hati karena populasi Muslim dunia mencapai lebih dari 15 persen dari populasi dunia.
5. Kemiskinan yang meliputi mayoritas dan Rendahnya intelektual umat Islam.
Kemiskinan masih menjadi persoalan utama umat Islam. Penyebab utama kemiskinan dan rendahnya daya intelektual di kalangan umat Islam adalah rendahnya pemahaman terhadap ajaran Islam yang menekankan kerja keras dan semangat perubahan. Islam baru dipahami sebatas ritual, tapi perbaikan kualitas, keadilan, dan profesionalisme belum disentuh. Karena itu, diperlukan upaya reformulasi pemahaman umat terhadap ajaran dan nilai luhur Islam secara utuh, terutama melalui jalur pendidikan keagamaan. Lembaga pendidikan Islam perlu mengembangkan keilmuan secara menyeluruh, tidak hanya mencakup agama, tetapi juga penguatan sains, teknologi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
6. Kurangnya kepedulian antara negara muslim
Kurangnya kepedulian diantara sesama Negara muslim membuat umat Islam menjadi lemah. Ajaran Islam pada dasarnya ditunjukan untuk kesejahteraan manusia, termasuk dalam bidang sosial Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawaan, egaliter (kesamaan drajat), tentang rasa dan kebersamaan. Maka disaat kita kurang peduli terhadap saudara muslim, maka hilanglah kekuatan itu.
7. Bermunculan aliran sesat pemikiran menyimpang
Gerakan-gerakan pemikiran dan aliran-aliran dhal mudhil menjadi problematika dakwah yang cukup serius untuk dihadapi dan diselesaikan oleh para juru dakwah. Banyaknya penyimpangan agama di tengah masyarakat, baik dalam persoalan akidah maupun ibadah, terjadi akibat kebodohan atau minimnya pengetahuan mereka terhadap syariat Islam. Kebodohan umat ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan cara menyebarkan racun dan virus kesesatan di tengah umat Islam. Akibatnya, timbulah berbagai penyimpangan agama dalam persoalan tauhid dan akidah berupa pemurtadan, ajaran sesat dan syirik.
8. Fanatisme Golongan
Islam memberikan rambu-rambu kehidupan kepada umatnya untuk mencegah sikap fanatik dan mau menang sendiri, di antaranya adalah tasamuh (toleransi) dan sayang- menyayangi terhadap sesama manusia dengan cinta kasih. Dengan tasamuh sikap seseorang diikat dengan tali persamaan bukan dengan tali perbedaan. Orang yang beretnis tertentu harus ber-tasamuh dengan orang yang beretnis lain. Berbeda dalam hal keetnisan tapi sama di mata Allah SWT. Seorang Muslim yang sejati tidak pernah membeda-
bedakan seseorang dengan orang yang lain atas dasar etnis atau golongan. Sebaliknya yang membedakannya adalah ketakwaan kepada Allah SWT. ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertaqwa kepada Allah”.
Penutup
Secara historis, Kehadiran Islam di bumi Nusantara berlangsung secara sistematis, terencana, dan tanpa kekuatan militer, dibawa oleh para ulama-alim yang memang membawa misi khusus menyebarkan Islam rahmatan lil’alamin.
Fondasi-fondasi itu sudah ditegakkan oleh para pendahulu kita, maka saat ini kita harus mengambil peran sesama antar Negara Islam di Asia Tenggara yang memiliki kesamaan secara historis dalam menjaga dan mengembangkan fondasi-fondasi Islam rahmatan lil’alamin tersebut.
Islam masuk dan berkembangan di Asia Tenggara mempunyai proses historis yang kuat dengan berbagai macam saluran dalam penyebarannya, seperti melalui saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran pendidikan, saluran kesenian dan saluran politik.
Keseluruhan perjalanan sejarah umat Islam di Asia Tenggara telah memberi peluang dakwah yang begitu besar kedepan. Dengan diterimanya lslam secara damai, maka seiring pula dengan perkembangan peradaban lslam di berbagai aspeknya. Maka untuk mengebangkan Islam Rahmatan Lil’alamin di Asia Tenggara, maka kita harus memperkuat aspek-aspek historis dari berbagai saluran yang sudah terbukti dalam lintasan sejarah.Wallahu a’lam bis shawab
Drs. H. Mohammad Siddik Multaqa Ulama Asia Tenggara 2019 18 – 19 November 2019
KOMEN